Fraksi PAN Dukung Penambahan Komisi di DPR RI untuk Tingkatkan Pengawasan
Guspardi Gaus : Ambang Batas Parlemen Bungkam Kedaulatan Rakyat
Fraksipan.com – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus menyatakan, batas ambang parlemen atau parliamentary threshold sebesar tujuh persen dalam draft RUU pemilu yang merupakan hak inisiatif DPR yang akan mulai dibahas tahun 2020 dinilai terlalu tinggi.
“Implikasinya tentu akan banyak partai politik yang terancam gagal melangkah ke senayan,” ujar Guspardi dalam diskusi panel Quo Vadis revisi UU pemilu yang digelar oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah DKI di Jakarta, Selasa, 19 Mei 2020 lalu.
Keterwakilan masyarakat yang telah memilih partai politik sebagai pilihannya tentunya jadi tidak bermakna. Suara rakyat akan hangus sia-sia. Menurut dia, hal ini akan membungkam dan memupus hakekat dan tujuan reformasi bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat.
“Ada upaya menghabisi partai menengah. Kesetaraan partai politik seakan dinafikan. Hal ini kurang elok sebagai negara yg berlandaskan demokrasi, dan seolah ingin membunuh dan mematikan hakekat kesetaraan politik, karena sudah layu sebelum berkembang,” kata Guspardi.
Anggota Baleg DPR RI ini menuturkan dalam Pasal 414 ayat (1) UU no 7 tahun 2017 tentang pemilu Pemilu menyebutkan, “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Sementara dalam konsep RUU pemilu 2020 pasal 217 di sebutkan ambang batas parlemen menjadi tujuh persen. Kenaikan ambang batas dari 4% menjadi 7% jelas kurang rasional. Dengan ambang batas empat persen sebagaimana diatur dalam UU no 7 tahun 2017 tentang pemilu sudah cukup berat didapatkan oleh partai pendatang baru.
Mantan pimpinan DPRD Sumbar ini menyebutkan wacana menaikkan ambang batas parlemen dari empat persen menjadi tujuh persen jika dipaksakan pelaksanaanya bisa di artikan sebuah kemunduran demokrasi dan membungkam semangat reformasi.
Akan ada jutaan suara pemilih terbuang percuma dan menjadi sia-sia. Aspirasi dari masyarakat yang disalurkan melalui partai politik tidak bisa diteruskan ke parlemen karena partai politik tersebut tidak lolos dikarenakan ketentuan memenuhi angka parliamentary threshold.
“Hal ini jelas akan “mendistorsi” kedaulatan rakyat. Juga menafikan makna keragaman
dan kebersamaan yang menjadi fondasi terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menghormati suku, agama, kelompok, maupun golongan,” pungkas anggota DPR RI asal Sumatera Barat ini.(ed)